Ticker

6/recent/ticker-posts

Komisi IV DPRD Kota Pekanbaru Ngamuk..!!!Parit Ditutup Developer Sehingga Rumah Warga Langganan Banjir


Jejak Hukum | Pekanbaru,-
05 - 12 - 2025 Team investigasi media menggali informasi terkait permasalahan yang terjadi di perumahan Citra Palas Sejahtera Kahutindo yang berlokasi di Kelurahan Rumbai Bukit Kecamatan Rumbai Barat, Kota Pekanbaru.


Menurut informasi yang berhasil dikumpulkan oleh team media diketahui bahwa pemilik perumahan tersebut adalah Ibu Hermayesti yang merupakan Direktur PT. Dashaguna Citramulia yang kemudian memberikan kuasa kepada KS selaku Direktur PT. SI untuk membangun sekaligus menjual perumahan Citra Palas Sejahtera Kahutindo Type 36/120.


Menurut salah seorang warga yang juga tokoh masyarakat tempatan bernama J menyampaikan bahwa yang membeli perumahan tersebut merupakan karyawan PT. RGM yang berlokasi tidak jauh dari perumahan. "Kami membeli rumah tersebut dari KS dengan sistem akad kredit pada tahun 2002, tipe 36 dengan ukuran tanah 10 x 12 m. Untuk rumah yang berada di pinggir jalan Sri Indra terdapat kelebihan tanah dengan ukuran yang berbeda beda dan sisa  kelebihan tanah sisa tersebut ada dicantumkan dalam akta sertifikat dan AJB. Sedangkan untuk rumah yang berada di Jalan Sri Indra II khususnya yang berada di ujung (Blok A dan B) yang posisinya berbatasan dengan parit juga terdapat kelebihan tanah. Ada 15 rumah namun dari awal terjadinya akad hingga kredit telah kami bayar lunas sama sekali tidak pernah ditagih atau disampaikan tentang sisa kelebihan tanah tersebut oleh pengembang serta tidak tidak ada dicantumkan di dalam sertifikat maupun di dalam AJB. Tepat di sebelah parit dahulunya merupakan tanah perkebunan milik orang  lain yang diberi batas oleh pemiliknya dengan pagar kawat berduri. Dan sekitar 5 tahun lalu tanah tersebut kemudian dibeli oleh KS (Direktur PT. SI).


Seiring dengan berjalannya waktu ternyata perumahan tersebut sering dilanda banjir apalagi jika hujan turun agak lama. Dan sebagai developer yang mengembangkan dan memasarkan perumahan ini,  PT. SI seolah lepas tangan dengan tidak pernah hadir membantu warga untuk mencarikan solusinya dalam menangani masalah banjir.  "Khusus di Blok B yang bersebelahan dengan parit,  rumah warga pinggirnya jauh lebih rendah dari parit sehingga apabila hujan turun agak lama maka akan kebanjiran" jelas J.  Selanjutnya J menjelaskan developer tidak mau bertanggungjawab karena menurut developer masyarakat sudah mendapatkan rumah melalui kredit bank, sehingga fasum dan fasos tidak lagi menjadi tanggungjawab developer. 


Selama 23 tahun perumahan ini dibeli dan ditempati, warga telah 5 kali mengalami banjir besar dan 15 kali banjir sedang. "Kami warga sudah berupaya menanam pohon kamboja pada pinggang parit agar tanah tidak longsor. Ketika banjir, air sampai masuk ke rumah bahkan sampai ke kamar warga. dan dikerjakan dengan. Dan ketika air mulai surut warga yang membersihkan parit secara manual supaya jalan pembuangan air menuju ke kanal tidak tersumbat karena sampah sampah yang tertahan di dalam parit karena banjir sedangkan pemerintah kota melalui dinas terkait sama sekali tidak pernah hadir membantu warga.  


Lebih lanjut  J menyampaikan bahwa warga perumahan tidak tahu kapan tanah atau ladang seberang parit milik ibu H telah dibeli PT. SI. J juga menambahkan bahwa hal yang dikhawatirkan warga akibat penutupan parit oleh KS akhirnya terjadi juga.  Pada tanggal 11  September 2025 lalu banjir besar datang  ke pemukiman warga. Akibatnya beberapa warga melaporkan kejadian tersebut ke polsek Rumbai, dinas PUPR dan BNPB kota Pekanbaru, kecamatan Rumbai Barat, kelurahan Rumbai Bukit.  Kemudian atas inisiasi dari pihak kecamatan dan kelurahan serta polsek dilakukan mediasi antara warga dengan KS yang pada saat mediasi diwakili oleh adik dan menantu perempuannya. Dalam mediasi tersebut polsek Rumbai melalui kanit Intelnya meminta agar parit yg ada ditempat itu dibuka dan difungsikan kembali. Keesokkan harinya parit dibuka kembali.

"Namun lebih kurang dua minggu kemudian, KS  turun ke lapangan dengan membawa alat berat dan  memerintahkan anggotanya untuk menutup kembali parit tersebut" kata J. 


Kemudian team juga mewancarai salah seorang warga setempat yang saat itu juga berada di lokasi namun tidak mau di sebut namanya. "Pada bulan September 2025, PT. SI melakukan land clearing tanah ibu H yang dibelinya dan menutup parit alami yang selama ini digunakan untuk pembuangan limbah warga di perumahan ini. Sebagai pengganti parit tersebut, KS membuat  parit parit kecil yang pembuangannya langsung ke sungai Umban sehingga apabila hujan deras dan sungai Umban meluap maka tidak hanya air hujan yang menggenangi rumah warga tapi juga luapan air dari sungai Umban. 


Kemudian  KS selaku direktur PT. SI meminta ganti rugi kelebihan tanah kepada pemilik rumah yang berada di pinggir parit. "Kami tentu  kaget karena setelah 23 tahun tidak pernah muncul kok tiba tiba datang menagih pembayaran sisa kelebihan tanah kepada warga. 


Sementara ketika rumah yang kami beli roboh karena banjir, KS kemana??? Kenapa baru 23 tahun datang mengaku ngaku bahwa ada sisa kelebihan tanah  miliknya yang dipakai warga. 

Kalau memang ada sisa kelebihan tanah,  kenapa tidak disampaikan saat akad kredit dulu bahwa ada sisa kelebihan tanah yang harus kami bayar? Dan baru sekarang tiba-tiba datang meminta ganti rugi kepada warga.  

Pembayarannya juga tidak jelas. Kami disuruh bayar ganti rugi atas kelebihan tanah yang terpakai, tapi kami hanya diberi kwitansi bukti telah bayar. 


Bagaimana legalitas terhadap sisa tanah yang telah kami bayar? Jika kami sudah bayar tidak cukup hanya dengan kwitansi saja tapi tentu kelebihan tanah tersebut harus didaftarkan ke BPN agar di kemudian hari tidak ada lagi pihak pihak lain yang mengungkit tentang sisa kelebihan tanah tersebut. 


Kami bukannya tidak mau bayar, tapi harus ada kejelasan tentang status hukum kelebihan tanah tersebut. Tapi KS tidak mau terima, tetap memaksa kami untuk membayar hanya dengan memegang kwitansi sebagai tanda bukti bayar. 


Warga tersebut menambahkan akibat warga menolak untuk membayar dengan bukti kwitansi, KS tidak terima dan kemudian melaporkan salah seorang warga ke POLRESTA Pekanbaru dengan alasan telah mengambil tanahnya tanpa izin. Kami yakin laporan polisi ini merupakan salah satu upaya KS  untuk menekan dna menakut nakuti warga yang lain agar mau membayar" tutupnya. 


Terkait masalah penimbunan parit oleh pihak PT. SI yang diprotes oleh warga, Camat Rumbai Barat Fachrudin Panggabean menjelaskan bahwa kecamatan sudah berusaha untuk memfasilitiasi untuk melakukan mediasi antara warga dengan KS selaku direktur PT. SI namun tidak berhasil. "Bapak KS sedikitpun tidak mengindahkan apa kami sampaikan bahkan mengancam dianakan mengerahkan aparat kepolisian jika ada yg menghalang-halanginya.  Sungguh sangat arogan, dan sombong bapak ini. Kami sudah ingatkan juga agar jangan di merubah jalur parit sebelum ada kajian atau rekomendasi dari instansi terkait tapi beliau tetap tidak terima.  Masalah ini juga telah sampai ke DPRD Kota Pekanbaru dan telah ditinjau oleh PUPR, Satpol PP Kota Pekanbaru" katanya. 


Menanggapi masalah ini, Weny Friaty, S.H selaku kuasa hukum warga yang telah dilaporkan oleh KS ke POLRESTA Pekanbaru ketika di konfirmasi via whatsaap terkait kasus ini mengatakan bahwa ini hanya masalah ego developer yang ingin menunjukkan arogansinya saja karena pasal yang dilaporkan tentang pemakaian lahan tanpa izin. Dan atas sisa kelebihan tanah yang terpakai tersebut kliennya dan warga setuju untuk membayar asalkan ada kejelasan terhadap legalitas tanah yang sudah dibayar tersebut. "Klien saya dan warga hanya ingin kepastian hukum atas status kelebihan tanah yang akan mereka bayar. Kalau bukti ganti rugi tanah 3 meter x 12 meter tersebut hanya berupa kwitansi tanpa didaftarkan ke notaris  tentu ke klien kita tidak mau. Maunya klien saya dan warga, sisa tanah yang mereka bayar itu harus didaftarkan ke BPN untuk diajukan penataan batas tanah ulang karena ada penambahan luas tanah sehingga di dalam sertifikat tertulis luas tanah yang semula hanya 120 m2 disesuaikan menjadi 156 m2.  Itu saja. Tapi kan KS menolak dan ngotot hanya mau memberi kwitansi saja sebagai tanda bukti bayar. Yang susah itu jika warga tidak mau bayar. Ini warga mau bayar kok. Tiggal developernya saja lagi, mau menurunkan egonya atau tidak" katanya.


Lebih lanjut Weny menyampaikan bahwa terkait kasus ini Weny bersama dengan warga yang terdampak sudah melakukan hearing dengan komisi IV DPRD Kota Pekanbaru pada tanggal 3 November 2025 kemarin namun KS tidak hadir. Dalam hearing tersebut komisi IV DPRD Kota Pekanbaru memberi rekomendasi kepada instansi instansi terkait yang hadir dalam hearing tersebut agar tidak mengeluarkan izin apapun kepada KS selalu pengembang untuk membangun perumahan baru sebelum menyelesaikan kasusnya dengan warga di perumahan Citra Palas Sejahtera.


"Saya memberikan apresiasi kepada anggota komisi IV DPRD Kota Pekanbaru yang hadir dalam rapat dengar pendapat kemarin.  Semoga apa yang disampaikan dalam rapat bersama kemarin bisa betul betul terlaksana. Karena itu membela kepentingan rakyat, kepentingan masyarakat banyak adalah tugasnya wakil rakyat" ucap Weny menutup pembicaraan via WhatsApp.


Terkait masalah penutupan Parit oleh pihak developer, berikut kami sampaikan sanksi hukum apa saya yang bisa dikenakan kepada KS, antara lain sebagai berikut: 

1. Undang‑Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang secara spesifik mengatur “penutupan saluran drainase / parit lama akibat pembangunan perumahan”. Ketentuan tentang drainase, sempadan saluran, dan tata ruang lebih banyak diatur di undang-undang dan peraturan pelaksana. 


2. Undang‑Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU 1/2011) — misalnya Pasal 144 menyebut bahwa badan hukum penyelenggara pembangunan perumahan/permukiman “dilarang mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas umum” yang sudah ada. 

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan — mengatur penyelenggaraan sistem drainase perkotaan, termasuk saluran drainase sebagai bagian dari prasarana drainase.


Berdasarkan aturan perundang undangan di atas, bagi siapa yang menutup saluran drainase, merusak fungsi lingkungan perumahan maka dapat dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratis, sanksi pidana maupun perdata (tergantung pelanggaran dan dampaknya).


Adapun sanksi sanksi yang dapat dikenakan atas perbuatan menutup/menimbun parit/drainase/saluran air, yaitu :

1. Sanksi berdasarkan UU 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman


Jika developer “mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas umum” — misalnya menutup saluran drainase/parit lama — maka bisa dikenakan sanksi administratif, seperti: peringatan tertulis; pembatasan kegiatan pembangunan; penghentian sementara atau tetap pelaksanaan pembangunan; penghentian sementara atau tetap pengelolaan perumahan; bahkan pembongkaran bangunan jika perlu. 


Dalam kasus lebih berat (misalnya mengakibatkan kerusakan, korban, atau dampak bagi kesehatan/lingkungan). Selain sanksi asministratif, UU ini juga mengatur sanksi pidana dan denda maksimal bisa mencapai Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 


Jadi, bagi developer yang menutup drainase tanpa izin dan tanpa analisis serta mengabaikan kewajiban fasum/fasos,  dapat dikenakan sanksi administratif bahkan sanksi pidana serta kewajiban melakukan pemulihan terhadap lingkungan atau pembongkaran.


2. Sanksi berdasarkan UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) :


Menurut undang-undang ini, tndakan menutup saluran/parit berdampak pada lingkungan — misalnya menyebabkan pencemaran, kerusakan lingkungan, banjir, alih fungsi lingkungan, hilangnya resapan air sehingga melanggar UU. 


Jika terjadi pelanggaran terhadap izin lingkungan atau kerusakan lingkungan, pemerintah dapat memberikan sanksi administratif: teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin, pencabutan izin. 



Rilis : ( team investigasi media)